Scroll ke Atas
Berita Utama

Saatnya Menjadi Pemilih Cerdas

35
×

Saatnya Menjadi Pemilih Cerdas

Sebarkan artikel ini

Partai politik belum mampu melahirkan sosok-sosok seorang negarawan, yang dilahirkan malah pemimpin-pemimpin prematur yang hanya bermodalkan kemapanan ekonomi dan dengan mudah menjadi wakil-wakil rakyat, tetapi tidak dapat dipertanggungjawabkan kapasitas dan kapabilitasnya sebagai seorang pemimpin.

Oleh : Agus Ulinuha, ST (Penulis adalah Pemerhati Sosial dan Politik)

Pemilihan umum hakikatnya merupakan wahana pergantian estafet kepemimpinan dan ini adalah cara yang paling lembut dalam mengganti seorang pemimpin sesuai dengan konstitusi. Namun seiring waktu, momentum ini telah berganti menjadi proses melanggengkan kekuasaan. Dimana pemilu hanya terhenti pada proses sirkulasi kekuasaan tanpa dimaknai pergantian suatu masa kedalam masa yang lebih baik.
  
Di tengah digaungkannya dan diagung-agungkannya demokrasi namun bukannya kesejahteraan rakyat yang didapat malah korupsi merajalela. Dengan bertameng demokrasi, elit partai politik mengemasnya dalam selimut materialism. Sekarang kita hidup dalam Negara yang kehilangan ruh nya, mulai pudar ideologinya. Kondisi ini dipicu perilaku politik yang tidak beretika, karena politik sekarang hanya terpusat pada perebutan kekuasaan dan melanggengkan kekuasaan. Sehingga kondisi rakyat yang sebagian besar berada dibawah garis kemiskinan ini dimanfaatkan oleh hampir seluruh parpol untuk melegtimasi masing-masing partainya (atas nama rakyat). Pendekatan yang paling diterima dan dirasakan langsung oleh rakyat adalah dengan pendekatan ekonomi, bahwa politisi haruslah seorang yang mapan ekonomi, namun tidak memperhatikan akhlak dan kematangan intelektualitasnya. 
Cara yang dilakukannya adalah dengan membagi-bagikan uang, sembako, bahkan jabatan demi kekuasaan yang ingin diraihnya, namun setelah ia menjadi seorang pemimpin (penguasa) maka hal yang pertama ia lakukan adalah berusaha mengembalikan modal yang telah ia keluarkan dan dengan perasaan telah membeli suara rakyat maka ia akan bebas memimpin dengan orientasi pelanggengan kekuasaan, pensejahteraan pribadi atau kelompok.
Tapi inilah realitasnya, bahwa partai politik belum mampu melahirkan sosok-sosok seorang negarawan, yang dilahirkan malah pemimpin-pemimpin prematur yang hanya bermodalkan kemapanan ekonomi dan dengan mudah menjadi wakil-wakil rakyat, tetapi tidak dapat dipertanggungjawabkan kapasitas dan kapabilitasnya sebagai seorang pemimpin. Sehingga kebijakan-kebijakan yang dihasilkan akan menjadi lingkaran setan (ada uang ada kekuasaan), atau dalam bahasa kerennya “Mau jadi wakil rakyat? Wani piroo… ?”.
  
Dengan kondisi semacam ini mustahil jika Indonesia akan bangkit dari krisis multidimensi yang tengah melanda sejak puluhan tahun silam. Maka untuk mengembalikan demokrasi kedalam hakikatnya (dari, oleh dan untuk rakyat), sudah saatnya bangsa Indonesia harus berbenah diri, baik dari system parpol, instrumentnya dan juga rakyat sebagai konstituen bersama-sama berkomitmen membangun Indonesia menjadi lebih baik
  
Hendaknya politisi memberi pendidikan politik yang baik pada rakyat dengan memulai pada pembangunan sumber daya manusia sebagai tonggak peradaban bangsa, sebagai motor dalam pembangunan bangsa serta peningkatan taraf ekonomi rakyat dengan system perekonomian yang bersifat kerakyatan.
Momentum pemilihan umum yang akan di selenggarakan pada tanggal 17 April 2019 ini, mulai dari pemilihan legislatif DPRD Kab/Kota, DPRD Provinsi, DPR RI, DPD serta pemilihan Presiden dan Wakil Presiden gunakan akal sehat dan hati untuk memilih pemimpin yang mampu mengemban amanat rakyat dengan sebaik-baiknya.***

Baca Juga :  Plt. Bupati Pemalang Membuka Musrenbang RKPD Kabupaten Pemalang Tahun 2024